IDUL ADHA SEBAGAI MOMENTUM BERKUMPUL DAN PENGEMBANGAN KESADARAN SOSIAL

FAIUNIKARTA.AC.ID

Oleh: Haji Mubarak*

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

La Ilaha Illallah Wallahu Akbar.

Allahu Akbar Walillahil Hamd.

Lantunan takbir, tahlil dan tahmid, mengiringi ungkapan syukur kita ke hadirat Allah SWT, atas nikmat karunia-Nya, kita dipertemukan kembali dengan fajar Iduladha 1443 H. Dalam suasana sukacita setelah melalui masa-masa genting Covid-19, kini saatnya kita dapat mengaktualisasikan kenormalan baru dalam dimensi kehidupan beragama di tengah masyarakat, memenuhi masjid-masjid maupun tanah-tanah lapang guna menunaikan ibadah sholat Iduladha secara berjamaah.

Dimensi keagamaan masyarakat Muslim Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terasa kian bergairah. Pemerintah pusat memberikan kelonggaran interaksi di ruang publik setelah masa pancaroba pandemi Covid-19 berlalu. Di tengah gairah keagamaan yang kian tinggi, kesempatan melaksanakan ibadah haji dapat diraih oleh umat Islam Indonesia, khususnya masyarakat Kabupaten Kukar yang mendapat kesempatan ibadah haji, setelah penantian panjang selama dua tahun. Wajah-wajah gembira jamaah haji terpancar dari wajah mereka, ketika kenikmatan beribadah haji mampu diraih: menziarahi dua kota suci umat Islam, yakni Makkah dan Madinah. Menziarahi Rasulullah di Masjid Nabawi, memakai kain ihram, melaksanakan thawaf di Baitullah, berlari-lari kecil (sa’i) antara Bukit Shofa dan Marwah, melaksanakan jamarat (Jumrat a-Ula, al-Wustha, dan al-‘Aqabah), melaksanakan wuquf di Arafah, mabit di Muzdalifah, ber-tahallul, dan lain-lain.

Sholat Id sebagai Momentum Berkumpul

Tanggal 10 Zulhijjah kita merayakan Iduladha dengan sholat berjamaah di masjid-masjid atau tanah-tanah lapang. Disusul kemudian dengan berkurban (al-Udhhiyyah) bagi mereka yang berkecukupan untuk meraih keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla di hari yang mulia. Dalam momentum pelonggaran berinteraksi pasca pandemi Covid-19, seyogianya peluang terbuka ini dimanfaatkan oleh umat Islam agar berbondong-bondong, berduyun-duyun, untuk melaksanakan sholat Id secara berjamaah. Karena sesungguhnya, sholat Id yang kita laksanakan ini pada hakikatnya adalah menguji kesadaran dan sejauh mana pola fikir dan tindakan yang kita lakukan benar-benar sejalan dengan perintah Allah. Disebutkan dalam Alquran: “…Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)….” (Q.S. Al-Kausar/108:2).

Melaksanakan sholat Id hukumnya adalah sunnah muakkadah. Pelaksanaan sholat Id, apakah di masjid maupun di lapangan, tidak menentukan mana yang lebih afdhal di antara keduanya. Fokus utama dalam sholat Id adalah berkumpulnya masyarakat untuk menyatakan kebahagiaan dengan mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid bersama-sama. Betapa pentingnya sholat Id, hingga Rasulullah terus-menerus mengerjakan sholat Id sepanjang hidupnya dan tidak pernah meninggalkannya. Beliau bahkan memerintah umatnya untuk keluar di hari itu menuju masjid dan tanah lapang untuk menunaikannya, menyuruh para wanita dan gadis-gadis pingitan, bahkan wanita yang haid sekalipun untuk menyaksikan kebaikan sholat Id dari kejauhan. Hadis dari Abi Sa’id Al-Khudri, ia berkata: “Rasulullah biasa keluar menuju mushalla (tanah lapang) pada hari Idulfitri dan Adha. Hal pertama yang beliau lakukan adalah sholat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia, di mana mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau memberi pelajaran, wasiat, dan perintah. Jika beliau ingin mengutus satu utusan maka diputuskannya. Atau bila beliau ingin memerintahkan sesuatu maka dirintahkannya, dan kemudian berpaling….” (HR. Bukhari 2/259-260, Muslim 3/20, dan Nasa`i 1/234).

Di masa dahulu, Nabi memang melaksanakan sholat Id di tanah lapang karena Masjid Nabawi belum mengalami perluasan seperti sekarang, sehingga sholat Id di lapangan dirasa mampu menampung jemaah lebih banyak. Di masa sekarang, sudah banyak masjid yang mampu menampung jemaah lebih banyak, termasuk digunakannya serambi dan halamannya. Imam As-Syafi’i berpendapat bahwa: “Jika masjid di suatu daerah luas (dapat menampung jemaah) maka sebaiknya sholat di masjid dan tidak perlu keluar…. karena sholat di masjid lebih utama”. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Kitab Fathul Baari (5/283), menyepakati pandangan tersebut sehingga menyimpulkan jika faktor sifat hukum yang jelas dan dapat dinalar (‘illat al-hukm) adalah agar masyarakat berkumpul (ijtima’), maka sholat Id dapat dilakukan di dalam masjid, dan melakukannya lebih utama daripada di tanah lapang”.

Kurban sebagai Momentum Mengembangan Kesadaran Sosial

Berkurban adalah kebutuhan umat Islam, selain sebagai penyempurna ibadah, juga menjadi jalan taqarrub ilallâh. Berkurban sah dilaksanakan pada hari Iduladha, yakni tanggal 10 Zulhijjah (yang disebut “Yaum al-Nahr”), dan pada tiga hari setelahnya yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah (yang disebut “al-Ayyâm al-Tasyrîq”). Diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir ibn Muth’im bahwa Rasulullah bersabda: “Seluruh hari Tasyriq (yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) diperbolehkan berkurban”.

Berkurban pada hakikatnya adalah perlambang ketulusan hati seorang hamba untuk beribadah dengan mengeluarkan harta melalui hewan kurban yang disembelih sebagai rasa syukur kepada Allah. Dengan berkurban diharapkan terbangun jati diri manusia sejati, yaitu sebagai ‘abdullâh atau “insan pengabdi” yang seluruh hidupnya diserahkan untuk menghamba kepada Allah di muka bumi. Meski demikian, kurban yang diterima pahalanya di sisi Allah, hanyalah sembelihan hewan kurban yang diniatkan atas landasan takwa kepada-Nya. Mengenai hal ini Allah berfirman: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. ….” (Q.S. Al Hajj/22:37).

Ibadah kurban seharusnya juga dimaknai sebagai pendidikan kepada orang yang mampu untuk memberikan sebagian harta kekayaannya kepada umat yang membutuhkan (miskin). Dengan harapan dapat meringankan beban penderitaan mereka yang masih dalam kemiskinan. Semangat membantu meringankan penderitaan sesama manusia adalah substansi kurban yang perlu dikedepankan. Orang yang tidak memiliki semangat untuk membantu meringankan beban penderitaan orang lain, meski setiap tahunnya melaksanakan kurban, belum dapat dikatakan telah melaksanakan ibadah kurban.

Untuk itulah, ibadah kurban sudah sepantasnya dijadikan momentum yang sangat berharga untuk menggerakkan dan mengembangkan kesadaran sosial bagi sebagian orang yang memiliki aset ekonomi memadai agar melakukan pemerataan kesejahteraan. Semoga kita diberikan kelimpahan rizki untuk dapat menyisihkan sebagian dari harta yang dimiliki itu untuk melaksanakan ibadah kurban.

Seuntai doa saya tuliskan, semoga dapat di-amin-kan oleh seluruh umat Islam: Ya Allah, muliakanlah agama Islam dan kaum muslimin, hinakanlah kemusyrikan dan para pelakunya, serta tinggikanlah agama-Mu sampai Hari Kiamat.

Ya Allah, jadikanlah para pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi agama Islam, dan kaum muslimin. Jauhkanlah para pemimpin kami dari teman dekat yang cenderung berbuat jahat dan teman yang merusak. Dekatkanlah orang-orang baik dan pemberi nasihat terbaik kepada mereka, bantulah mereka, ya Allah, agar dapat menunaikan tugas mereka, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Tuhan semesta alam.

Ya Allah, wahai Tuhan kami, berikanlah kebaikan kepada kami dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan hindarkanlah kami dari azab api neraka.

Akhir kalam, semoga derajat takwa disematkan oleh Allah bagi kita semua, dan bagi umat Islam yang berkurban di tahun ini atas ketulusan niat dan kemurnian hati guna mengharapkan keridhaan dari Allah (ridhallâh fî al-Udhhiyyah). (*Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara)

Link : Beritaalternatif.com

KAPRODI FAI UNIKARTA MUKMIN

INOVASI DI BIDANG AKADEMIK, FAI UNIKARTA LAKSANAKAN PEMBELAJARAN MODEL HYBRID LEARNING

FAIUNIKARTA.AC.ID – Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) telah membuka pendaftaran perkuliahan Hybrid Learning kelas non-reguler Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI).

Ketua Program PAI FAI Unikarta Mukmin menjelaskan bahwa perkembangan IPTEK dan teknologi digital di era industri 4.0 menuntut FAI Unikarta berinovasi dalam sistem pendidikannya.

“Sehingga memiliki daya jangkau luas yang melintasi ruang, waktu, dan sosio ekonomi, sehingga mampu membuka akses terhadap pendidikan yang berkualitas bagi siapa pun, di mana pun, dan kapan pun,” jelas Mukmin, Jumat (8/7/2022).

Perkuliahan Hybrid Learning sebagai alternatif pembelajaran yang solutif di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai, ternyata memberi dampak positif terhadap peningkatan kapasitas penyelenggaraan akademik di perguruan tinggi dan pendayagunaan teknologi.

Penyelenggaraan pembelajaran dalam jaringan (daring) dengan pendekatan e-learning memberi dampak keterbukaan belajar kepada mahasiswa dengan kemampuan belajar secara mandiri, belajar tuntas, serta kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

Di sisi lain, bagi pengelola FAI Unikarta memberi dampak kemampuannya dalam meningkatkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.

Sistem pembelajaran Hybrid Learning memberi kesempatan kepada setiap orang agar dapat memperoleh akses terhadap pendidikan berkualitas tanpa harus meninggalkan rumah.

Sementara bagi pengelola perguruan tinggi, sistem pembelajaran Hybrid Learning mampu meningkatkan kemampuan lembaga dalam mendistribusikan pendidikan berkualitas yang terstandar dengan menggunakan TIK, standardisasi capaian pembelajaran (learning outcomes), materi ajar, proses pembelajaran, bantuan belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Di era industri 4.0 dan di tengah masifnya perkembangan IPTEK dan teknologi digital, FAI Unikarta dituntut untuk berinovasi dalam sistem layanan pendidikannya.

Mempertimbangkan tipologi wilayah Kukar yang luas dengan beraneka akses darat dan perairan maka sistem Hybrid Learning menjadi alternatif pembelajaran yang solutif.

Apalagi, kata Mukmin, beberapa kecamatan hulu di luar domisili perguruan tinggi adalah wilayah yang luas dengan sebagian jalan darat berbatu dan tanah basah. Sementara itu, akses perairan dapat terhubung dengan alat transportasi sungai seperti perahu ces dan speedboat.

Melalui inovasi TIK dalam sistem Hybrid Learning, maka pengelola FAI Unikarta Tenggarong dapat memberi kesempatan masyarakat di luar domisili perguruan tinggi untuk memperoleh akses terhadap pendidikan yang berkualitas tanpa harus meninggalkan rumah dan keluarga hingga dapat bekerja.

Sementara dalam mendistribusikan pendidikan yang berkualitas maka pengelola FAI Unikarta dituntut memenuhi standardisasi capaian pembelajaran, materi ajar, proses pembelajaran, bantuan belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Kata dia, penyelenggaraan Hybrid Learning oleh FAI Unikarta ialah pembelajaran jarak jauh (distance learning) pada kelas non-reguler. Pada kelas non-reguler dilaksanakan secara bertanggungjawab, maka dirasakan tidak akan mengurangi standardisasi capaian pembelajaran, materi ajar, proses pembelajaran, bantuan belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Mukmin menjelaskan, kelas Hybrid Learning Prodi PAI didukung insfrastruktur yang memadai: koneksi internet stabil, serta media pembelajaran berbasis online (LMS Unikarta, Zoom Meeting, Google Meet, Video Conference, dan lainnya).

Kemudian, akses pemanfaatan ICT, RPS dan silabus berbasis online (blanded learning), dan bahan ajar kuliah/diktat online.

Adapun potensi calon mahasiswa FAI kelas Hybrid Learning dari kecamatan-kecamatan di wilayah Hulu meliputi Tabang, Kembang Janggut, Kenohan, Muara Wis, Muara Muntai, Kota Bangun, dan Muara Kaman.

“Langkah ini untuk memfasilitasi kegiatan tatap muka seperti tutorial, praktikum/micro teaching dan sebagainya di daerah yang jauh melalui penyelenggaraan Hybrid Learning,” pungkasnya. (*)

Link : Beritaalternatif.com

LULUSAN TERBAIK FAI UNIKARTA BAGIKAN TIPS AGAR MAHASISWA RAIH IPK SEMPURNA

FAIUNIKARTA.AC.ID – Hafizhoh, alumni Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), terpilih sebagai lulusan terbaik dalam wisuda sarjana ke-38 Unikarta pada 30 Juni lalu.

Putri Abdul Somad A. Majid ini meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,92. Ia berhasil meraih gelar sarjana pendidikan di Program Studi Pendidikan Agama Islam FAI Unikarta selama 3,8 tahun.

Kepada beritaalternatif.com, Hafizhoh mengaku memilih kuliah di FAI Unikarta karena mengikuti jejak orang tua dan kakaknya yang juga alumni di fakultas yang saat ini dipimpin Haji Mubarak tersebut.

Alumni MA PPKP Ribathul Khail Tenggarong ini mulai menempuh perkuliahan di FAI Unikarta pada tahun 2017. Ia memulai studi di fakultas tersebut dengan cara beradaptasi terhadap berbagai mata kuliah dan lingkungan fakultas.

Meski berstatus sebagai alumni pesantren, Hafizhoh mengaku menghadapi sejumlah kesulitan selama menempuh perkuliahan di FAI Unikarta, seperti pertemanan dan mata pelajaran yang jauh lebih banyak dibandingkan saat belajar di sekolah.

“Kalau kemudahan, ada pelajaran agama yang sudah diajarkan orang tua saya, kemudian diajarkan juga di FAI Unikarta,” katanya, Rabu (6/7/2022) pagi.

Untuk mendapatkan IPK yang tinggi, Hafizhoh mengakui bahwa syaratnya harus fokus. Sejak awal kuliah, dia juga telah menargetkan untuk lulus tepat waktu.

“Yang kedua, saya memilih pergaulan. Saya enggak suka punya teman yang cuman ngajak ngumpul, tapi enggak ada manfaatnya. Saya memilih teman yang ngajak ke hal-hal positif,” jelasnya.

Prinsip lainnya, ia mengaku sangat anti mengulang mata kuliah yang sama selama menempuh studi di FAI Unikarta.

“Kalau belajar biasa-biasa saja. Lebih pada kalau dosen kasih tugas dikerjakan sebaik-baiknya. Kerjakan tugas dari dosen harus tepat waktu,” ucapnya.

Dengan sejumlah prinsip tersebut, ia mengaku pernah mendapatkan indeks prestasi (IP) 4,0 saat duduk di semester 3 dan 5.

Ia memperoleh IP yang fluktuatif selama menempuh studi di FAI Unikarta. Hal ini dipengaruhi suasana hati (mood) atau motivasi dalam mengikuti perkuliahan.

“Motivasi juga naik turun, apalagi semakin naik semester semakin menurun juga semangat,” katanya.

Hafizhoh punya kiat untuk “mengusir” bad mood menjelang akhir studi tersebut. Salah satunya, ia memilih teman yang mempunyai semangat tinggi dalam meraih cita-cita dan impian.

“Saya suka berkawan dengan orang yang kayak gitu, sehingga saya juga dikasih motivasi. Intinya, balik lagi ke diri kita juga sih,” katanya.

Dia juga mendapatkan motivasi dari ayahnya yang saat ini berstatus sebagai pendidik. “Ada juga sih dari ibu, tapi lebih dominan dari abah saya,” ungkapnya.

Hafizhoh menyelesaikan perkuliahan selama 3 tahun. Kemudian, ia merampungkan tugas akhir (skripsi) selama 8 bulan.

Ia terpacu menyelesaikan studi dengan cepat karena temannya mampu lulus dalam waktu 3,2 tahun. “Dalam hati saya, ‘kok bisa cepat, masa saya enggak bisa?’ Begitu motivasinya. Jadi, balik lagi ke tadi: harus cari teman yang punya semangat tinggi,” ucapnya.

Untuk mendapatkan IPK tinggi dan menyelesaikan studi tepat waktu, Hafizhoh menyarankan mahasiswa rajin kuliah, fokus, mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya, serta memilih pergaulan yang baik.

Ia menyebutkan, sistem di FAI Unikarta juga sangat mendukungnya dalam merampung studi tepat waktu serta meraih IPK yang nyaris sempurna.

Hafizhoh menilai FAI Unikarta memiliki sistem administrasi yang bagus dan cepat, program studi yang unggul, fasilitas yang baik, dan dosen-dosen yang juga sangat baik.

“Kalau mahasiswa konsultasi itu langsung ditanggapi dengan cepat. Semua itu juga mendukung sehingga saya bisa selesai kuliah dengan cepat,” pungkasnya. (*)

Link : Beritaalternatif.com

MILAD FAI UNIKARTA MERIAH KARENA KERJA SAMA MAHASISWA, ALUMNI, DAN SWASTA

FAIUNIKARTA.AC.IDRangkaian kegiatan Milad Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) yang ke-28 tahun resmi ditutup pada Jumat (1/7/2022) pagi di Ruangan Rapat Rektorat Unikarta.

Dekan FAI Unikarta Haji Mubarak berharap perayaan milad fakultas tersebut di masa depan bisa lebih meriah daripada tahun ini.

“Terutama dalam hal kesediaan dana dan panitia pelaksana. Dengan begitu akan membawa FAI semakin meriah,” katanya.

Perayaan milad, lanjut dia, dapat menjadi momentum mempublikasi FAI Unikarta, salah satunya dengan memanfaatkan media digital.

“Kami bersyukur bisa bekerja sama dengan beritaalternatif.com, sehingga FAI bisa terpublikasi,” ucapnya.

Penggunaan media digital untuk publikasi berbagai kegiatan fakultas, ujar Mubarak, tidak hanya memperkenalkan FAI Unikarta kepada publik.

Media digital juga dapat dimaksimalkan untuk menginformasi visi-misi FAI Unikarta. “Dan juga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan fakultas,” jelasnya.

Mubarak mengungkapkan, partisipasi mahasiswa, alumni, dan jajaran FAI Unikarta dalam perayaan milad tahun ini cukup tinggi.

Pihaknya hanya menyiapkan rangkaian kegiatan milad pada tahun 2022 selama 3 pekan. Namun, panitia mampu menyelenggarakan pertandingan futsal, badminton, lomba video dan tumpeng. “Persiapannya cukup singkat. Tapi, animo mahasiswa cukup tinggi,” katanya.

“Kemudian juga ditopang oleh keikutsertaan alumni. Alhamdulillah alumni berpartisipasi aktif dalam lomba-lomba yang ada. Kami kira itu sebagai sebuah pencapaian yang baik,” lanjutnya.

Ia bertekad memasukkan perayaan Milad FAI Unikarta dalam agenda tahunan fakultas dengan menggandeng Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FAI Unikarta.

Mubarak berkomitmen menyediakan anggaran untuk perayaan milad pada tahun-tahun berikutnya. “Tapi sponsorship juga harus berjalan,” ujarnya.

Dalam perayaan milad serta kegiatan-kegiatan yang bertujuan memajukan FAI Unikarta, dia berpendapat bahwa perlu perencanaan yang baik dan matang.

Ia menyebutkan, keterlibatan pihak-pihak swasta juga sangat diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan FAI Unikarta.

Kegiatan milad tahun ini, sambung Mubarak, didukung penuh oleh BPD Kaltimtara, PDAM, Dispora Kukar, beritaalternatif.com, dan sintesanews.id.

“Ini menjadi dorongan ke depan bahwa ini sangat baik dibangun kerja sama dengan beberapa pihak itu,” sebutnya.

Hanya saja, dia mengatakan, FAI Unikarta belum memaksimalkan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan di Kukar untuk mendukung kegiatan milad tahun ini. “Mudah-mudahan bisa dibangun ke depan,” harapnya.

Kata dia, perayaan milad merupakan usaha membangun atmosfer di lingkungan kampus, sehingga mendorong publik mengetahui FAI Unikarta.

Selain itu, pihaknya akan melakukan perbaikan internal secara bertahap. Ia menilai dengan akreditasi B, fakultas tersebut telah menggapai satu langkah menuju kemajuan.

“Tapi kami perlu membuka prodi-prodi baru. Ke depan kalau misalnya komunikasi di dalam dan di luar juga bagus, itu akan bersinergi. Jadi, animo orang ditopang dengan keingintahuannya masuk ke FAI Unikarta,” pungkasnya. (*)

Link : Beritaalternatif.com

RANGKAIAN KEGIATAN MILAD FAI UNIKARTA DITUTUP, PANITIA UMUMKAN PEMENANG LOMBA

FAIUNIKARTA.AC.IDPeringatan Milad Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara (FAI Unikarta) ke-28 tahun resmi ditutup pada Jumat (1/7/2022) pagi.

Penutupan rangkaian kegiatan milad FAI Unikarta yang diselenggarakan di Ruang Rektorat Unikarta dihadiri oleh Rektor Unikarta, Prof. Ince Raden; Wakil Rektor I Unikarta, Misran Tahrani; Wakil Rektor III Zen Istiarsono; Dekan FAI Unikarta, Haji Mubarak; serta para dosen dan mahasiswa FAI Unikarta.

Dalam kegiatan yang menggandeng Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FAI Unikarta ini, panitia juga mengumumkan pemenang lomba dan pertandingan yang diadakan selama penyelenggaraan Milad FAI Unikarta.

Adapun para pemenang lomba selama peringatan hari ulang tahun fakultas yang telah berdiri 28 tahun lalu itu antara lain:

Pemenang Futsal

Juara 3: Sutiono FC

Juara 2: Veteran FC

Juara 1: Nabawi FC

Juara Terbaik

Kiper Terbaik: M. Ulya

Pemain Terbaik: Renaldi

Top Skor: Arif Rahmansyah

Pemenang Badminton Tunggal Putra

Juara 3: Danu

Juara 2: Dimas

Juara 1: Reza

Pemenang Badminton Ganda Putra

Juara 3: Joni Maulana dan Adi W.O

Juara 2: Hazir dan Tegar

Juara 1: M. Dimas dan Faisal

Pemenang Lomba Video Challange

Juara 1: PPL Al-Hidayah (Viewers 1.6K)

Juara 2: PPL SMA Muhammadiyah (Viewers 1.1K)

Juara 3: PPL SMP Bilingual Miftahul Ulum (Viewers 1K)

Pemenang Tumpeng

Juara 1: Semester 6 Reguler (Nilai: 233)

Juara 2: Semester 2 Khusus (Nilai: 225)

Juara 3: Semester 2 Reguler (Nilai: 218)

Kegiatan penutupan milad tersebut diakhiri dengan pembagian hadiah, foto bersama, makan bersama tumpeng sebagai bentuk syukur terhadap perayaan Milad FAI Unikarta ke-28 tahun. (*)

Link : Beritaalternatif.com

ZEN ISTIARSONO (WAKIL REKTOR III UNIKARTA) PUJI KEMERIAHAN MILAD KE-28 TAHUN FAI UNIKARTA

Wakil Rektor III Zen Istiarsono

FAIUNIKARTA.AC.ID Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara (FAI Unikarta) mengadakan Fun Futsal di Gedung Veledroom Komplek Stadion Aji Imbut Tenggarong Seberang, Minggu 26/6/2022 pagi.

Kegiatan yang dibuka oleh WR3 Unikarta Bagian Kemahasiswaan Dr. Zen Istiarsono tersebut diikuti tujuh tim yang berasal dari perwakilan mahasiswa dan alumni FAI Unikarta.

Dalam sambutannya, Dekan FAI Unikarta Haji Mubarak berharap kegiatan tersebut bisa terlaksana dengan baik.

Sebagai rangkaian Milad FAI Unikarta yang ke-28 tahun, yang puncaknya pada 1 Juli mendatang, kegiatan tersebut juga diharapkan bisa mempererat silaturahmi antar mahasiswa, alumni, dan para dosen.

“Silakan bertanding secara sportif. Jangan sampai cedera. Mudahan ini menjadi cara yang baik untuk merekatkan keakraban antar alumni dan mahasiswa,” harap Mubarak.

Sebagai pimpinan di FAI Unikarta, ia juga berterima kasih kepada para sponsor yang telah membantu kegiatan tersebut.

“Terima kasih kepada Dispora, Bank BPD, Perusda PDAM, Berita AlterantifSintesa News sebagai partner, mudahan amal baik ini mendapat pahala di sisi Allah,” pungkasnya.

Sementara itu, WR 3 Unikarta Dr. Zen Istiarsono mengapresiasi jajaran FAI serta Ketua BEM dan panitia yang melaksanakan kegiatan Milad FAI Unikarta.

Zen menilai bahwa FAI Unikarta adalah fakultas yang miladnya begitu meriah. Diketahui, milad FAI tahun ini dirangkai dengan pertandingan bulu tangkis, futsal, video, dan lomba tumpeng.

“Mudahan menjadi contoh fakultas lain, sebab selain silaturahmi antar alumni, ini juga bagian dari promosi Unikarta,” ucap Zen dalam sambutannya.

Dia menyebutkan, kegiatan-kegiatan selanjutnya bisa dilaksanakan di kampus. Ia membeberkan, pihaknya sedang mencari sponsor untuk membangun fasilitas olahraga di Unikarta.

“Sudah ada perusahaan yang siap membantu bulan Juli ini,” ungkapnya.

Hal itu merupakan usaha universitas dalam menjembatani minat mahasiswa, sebab prestasi akademik dan non-akademik skala nasional sangat mendukung akreditasi.

“Mudahan ide dan gagasan ini bisa terwujud,” tutup Zen. (*)

Link : Beritaalternatif.com

PULUHAN PESERTA IKUTI PERTANDINGAN BULU TANGKIS FAI UNIKARTA

FAIUNIKARTA.AC.ID – Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara (FAI Unikarta) Haji Mubarak membuka kegiatan pertandingan bulu tangkis antar pelajar, mahasiswa, dan alumni FAI Unikarta di Gedung PBSI Kukar pada Minggu (19/6/2022) pagi.

Pertandingan yang merupakan bagian dari peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) FAI Unikarta ke-28 tahun tersebut diikuti oleh puluhan peserta yang berasal dari pelajar, mahasiswa, dan alumni FAI Unikarta.

Dalam kesempatan tersebut, Mubarak mengatakan, salah satu tujuan kegiatan tersebut adalah menyambung dan membangun silaturahmi antara mahasiswa dan alumni FAI Unikarta.

“Harapannya kegiatan ini bisa menjadi semacam ajang silaturahmi dan kumpul antara kita,” ucapnya.

Dia juga berharap kegiatan tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan, sehingga FAI Unikarta tidak semata mengembangkan aktivitas pengajaran dan pengabdian.

Harapannya, kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan FAI Unikarta juga bisa mendorong serta membangun silaturahmi dan tali persaudaraan antar mahasiswa, alumni, dan jajaran fakultas.

Jika selama ini mahasiswa dan alumni FAI Unikarta belum terbentuk ikatan yang kuat, pertandingan bulu tangkis ini diharapkan dapat merekatkan dan memperkuatnya.

“Ini bisa menjadi ajang komunikasi dan silaturahmi,” sebutnya.

Kata Mubarak, banyak Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang tersedia di Unikarta. Selain badminton, mahasiswa juga bisa mengembangkan olahraga futsal, sepakbola, dan basket.

“Ini bisa menarik minat calon mahasiswa untuk masuk di Unikarta,” katanya.

Berbagai kegiatan dalam perayaan milad tersebut, lanjut dia, bisa menjadi ajang sosialisasi bagi FAI serta Unikarta.

“Artinya, kita persilakan para pelajar yang ikut kegiatan FAI ini masuk di FAI atau fakultas lain di Unikarta. Yang pasti di Unikarta itu ada yang bisa menopang minat mereka di bidang olahraga,” ujarnya.

Dia menyebutkan, berbagai kegiatan dalam perayaan HUT FAI ke-28 tahun ini menandakan bahwa komunikasi antara mahasiswa, alumni, dan jajaran FAI Unikarta masih terpelihara dengan baik.

Hal ini juga sebagai bagian dari momentum pembentukan sinergitas antara berbagai pihak, sehingga FAI Unikarta bisa terus berkembang di masa depan.

“Harapannya, di milad yang akan datang itu bisa menjadi ajang kumpul bagi kita semua. Jadi, ini sebagai langkah awal untuk membangun silaturahmi yang lebih luas. Sinergi itu yang kita perlukan ke depan,” pungkasnya.

Diketahui, dalam kegiatan milad yang juga menggandeng Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FAI Unikarta ini ada berbagai kegiatan yang diselenggarakan, di antaranya pertandingan bulu tangkis, futsal, serta lomba tumpeng dan kompetisi video. (*)

Sumber: Beritaalternatif.com

FAI UNIKARTA AKAN ADAKAN PERTANDINGAN FUTSAL DAN LOMBA TUMPENG

FAIUNIKARTA.AC.IDFakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara (FAI Unikarta) akan mengadakan pertandingan futsal pada 25-26 Juni 2022.

Pendaftaran tim dalam pertandingan yang merupakan bagian dari perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) FAI Unikarta ke-28 tahun tersebut akan berakhir pada 24 Juni mendatang. Pendaftaran dapat dilakukan melalui tautan berikut: bit.ly/futsalfai28.

Adapun syarat dan ketentuan dalam pertandingan ini meliputi tim berisi maksimal 10 orang yang merupakan mahasiswa atau alumni FAI Unikarta; setiap peserta/pemain menggunakan seragam tim, dan setiap peserta/pemain menggunakan sepatu dan deker.

Selain itu, setiap tim melakukan pendaftaran melalui tautan yang tersedia; setiap tim membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 250 ribu; technical meeting wajib dihadiri oleh perwakilan setiap tim, dan saat technical meeting pada 24 Juni, perwakilan tim membawa fotokopi KTM/KTP (semua peserta/pemain).

Dalam perayaan HUT kali ini, FAI Unikarta juga mengadakan lomba tumpeng pada 30 Juni 2022. Adapun syarat dan ketentuannya yakni peserta per tim (terdiri atas minimal 3 orang dan maksimal 5 orang); peserta merupakan mahasiswa atau alumni FAI Unikarta, dan bahan tumpeng disiapkan oleh peserta dari rumah.

Kemudian, proses menghias tumpeng dilaksanakan di area lomba; waktu menghias maksimal 30 menit; ukuran dan isian tumpeng bebas atau sesuai kreasi peserta; kriteria penilaian: rasa, kreasi dan keunikan, serta tema tumpeng; peserta melakukan pendaftaran melalui tautan yang tersedia.

Tim Pengarah Panitia HUT ke-28 FAI Unikarta, Habib Zainuri menyebutkan, semua kegiatan yang diselenggarakan dalam perayaan milad tersebut bertujuan memanfaatkan momentum HUT ke-28 FAI Unikarta sebagai ajang silaturahmi antar mahasiswa dan alumni, serta pelajar di Kukar.

Milad FAI Unikarta tahun ini, lanjut dia, bertepatan dengan penerimaan mahasiswa baru di Unikarta, sehingga berbagai lomba dalam perayaan milad tersebut dapat menjadi ajang untuk menjaring calon mahasiswa baru FAI Unikarta.

Ia pun berharap perayaan milad tahun ini bisa menjadi jembatan untuk mempererat silaturahmi antar alumni FAI Unikarta.

Output-nya nanti kami bisa membentuk Ikatan Alumni Fakultas Agama Islam,” ujarnya. (*)

Link : Beritaalternatif.com

MENGEMBALIKAN MARWAH PESANTREN, BEBERAPA CATATAN TENTANG NILAI-NILAI ADILUHUNG

Dekan FAI Unikarta Haji Mubarak

Oleh: H. Mubarak, S.Pd.I, M.Pd.I*

FAIUNIKARTA.AC.ID – Cukup layak kiranya jika topik ini saya angkat di tengah maraknya pemberitaan negatif tentang pesantren. Entah karena kasus-kasus asusila yang terjadi oleh oknum di pesantren maupun disebabkan khalayak yang cenderung spekulatif tentang pendidikan pesantren, yang “konon katanya” tidak seideal harapan mereka tentang lembaga pendidikan Islam kultural yang mumpuni mencetak kader-kader ulama dengan semangat “tafaqquh fi al-Din”. Di Kota Tenggarong, misalnya, dalam sepekan terakhir di bulan Maret 2022, penahanan seorang pimpinan pesantren karena “merudapaksa” hingga menikahi santriwatinya di luar persetujuan orang tuanya seakan menjadi amunisi baru bagi kemunculan dugaan-dugaan ‘liar’ di masyarakat terhadap pendidikan di pesantren yang dinilai tidak ideal. Masyarakat menjadi khawatir, overthinking, hingga takut menyerahkan pendidikan anak-anaknya ke pesantren.

Sementara itu, lembaga-lembaga keagamaan Islam belum banyak yang bersuara untuk melakukan “counter issue” guna menutup celah mispersepsi di masyarakat yang mungkin lambat laun akan menggerus keagungan nilai-nilai kepesantrenan, yang selama ini dirawat oleh para “khadim al-Ma’had” yang berjiwa tulus, mengayomi, hingga amanah dalam memberikan pendidikan Islam terbaik di pesantren-pesantren yang mereka kelola.

Tulisan singkat tentang pesantren ini mencoba mengurai keagungan nilai-nilai pesantren sebagai bahan rujukan bagi masyarakat luas. Bukan hanya bermaksud untuk melakukan “counter issue” atas kasus-kasus asusila yang terjadi dan dilakukan oleh oknum-oknum di pesantren yang tidak bertanggung jawab, tetapi juga mencoba menyuarakan secara lantang dan tegas bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang pendidikan di pesantren, ataupun cara hidup ala pesantren yang mengikat hubungan keilmuan antara kiai dan santri, serta yang terpenting adalah dinamika perjuangan santri selama ‘mondok’ di pesantren, yang bagi para ‘mantan’ santri menjadi kenangan indah yang tidak akan terlupakan.

Watak Kehidupan Pesantren

Gus Dur (K. H. Abdurrahman Wahid) pernah mengatakan dalam tulisannya yang bertajuk “Pesantren sebagai Subkultur” bahwa pesantren memiliki pola kehidupan yang unik, yang mampu bertahan selama berabad-abad lamanya dan mempergunakan nilai-nilai hidupnya sendiri. Dalam jangka panjang, keberadaan pesantren di dalam kedudukan kultural dianggap lebih kuat pengaruhnya daripada masyarakat di sekitarnya. Maksud pernyataan Gus Dur ini, secara tidak langsung mengatakan bahwa pesantren adalah institusi sosial yang memiliki sejumlah unsur khas, yang membedakannya dengan masyarakat atau institusi sosial lainnya. Pada pengamatan Gus Dur, pesantren memiliki pola kehidupan yang unik dengan nilai-nilai hidupnya, yang bertahan dalam jangka panjang keberadaannya di dalam kedudukan kultural bersama masyarakat, bahkan dianggap lebih kuat daripada masyarakat di sekitarnya.

Pola pertumbuhan pesantren menunjukkan adanya potensi untuk melakukan transformasi di masyarakat, meski di saat bersamaan pesantren kerap dihadapkan dengan serangan kultural yang datang silih berganti. Namun demikian, pesantren tetap mampu mempertahankan diri guna mengadakan inovasi pada waktunya. Inilah alasan mengapa pesantren oleh Gus Dur dianggap sebagai “subkultur” karena memiliki keunikannya sendiri dalam aspek-aspek: (1) cara hidup yang dianut (life pattern), (2) pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti (mores), dan (3) hierarki kekuasaan intern tersendiri yang ditaati sepenuhnya (internal authority).

Watak kehidupan pesantren yang dianggap “subkultur” dapat ditemukan dalam beberapa dimensi, antara lain: (1) eksistensi pesantren sebagai lembaga kehidupan yang berbeda dari pola kehidupan umum; (2) sejumlah unsur penunjang yang menjadi tulang punggung kehidupan pesantren; (3) keberlangsungan proses pembentukan tata nilai tersendiri dalam kehidupan pesantren bersama simbol-simbolnya; (4) pesantren memiliki daya tarik ke luar, sehingga masyarakat menganggap pesantren sebagai alternatif ideal bagi sikap hidup yang terdapat di masyarakat, serta (5) terjadi proses saling mempengaruhi antara pesantren dan masyarakat di luarnya yang berkulminasi pada pembentukan nilai-nilai baru, yang secara universal diterima kedua belah pihak

Unsur-Unsur Kehidupan Pesantren

Pesantren adalah suatu kompleks yang terpisah dari lingkungan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Dalam kompleks pesantren ini ditemukan unsur-unsur, seperti bangunan fisik, manusia sebagai penunjang kehidupannya, hierarki kekuasaan intern, serta dimensi kehidupan yang melingkupi pesantren.

Pertama, bangunan fisik pesantren adalah penunjang lingkungannya, seperti rumah kediaman pengasuh pesantren, surau atau masjid sebagai tempat keberlangsungan ibadah dan kegiatan pendidikan lainnya, serta asrama tempat tinggal santri.

Kedua, manusia yang menjadi penunjang kehidupan pesantren disebut sebagai warga pesantren, yakni suatu kelompok dalam lingkungan pesantren, yang terdiri atas kiai (Jawa) sebutan lainnya ialah ajengan (Sunda), tengku (Aceh), syaikh/buya (Sumatera), anregurutta (Sulawesi), tuan guru (NTB, Kalimantan) sebagai pengasuh, para guru (ustaz, bentuk jamaknya: asâtidz), dan para santri.

Ketiga, hierarki kekuasaan yang bersifat absolut terdapat di dalam lingkungan pesantren, yakni kekuasaan kiai dan para pembantunya atas diri para santri. Hierarki kekuasaan ini ditegakkan di atas kewibawaan moral kiai sebagai penyelamat para santri dari kemungkinan melangkah ke arah kesesatan. Hierarki intern ini tidak berbagi tempat dengan kekuasaan di luar meski dalam aspek-aspek yang sederhana. Bagi seorang santri, kiai menjadi sumber inspirasi dan penunjang moral pribadinya, sehingga untuk seumur hidupnya ia senantiasa akan terikat dengan kiainya.

Keempat, dimensi kehidupan yang melingkupi pesantren memiliki sifat dan ciri yang berbeda dengan masyarakat di sekitarnya, yang berputar menurut siklus waktu sembahyang/salat, sehingga kegiatan di pesantren berotasi pada pembagian periode menurut pergiliran lima waktu salat wajib. Dimensi waktu yang unik ini tercipta disebabkan kegiatan pokok pesantren yang berpusat pada pengajian buku-buku teks (al-kutub al-muqarrarah) pada tiap-tiap selepas salat wajib. Semua kegiatan lain harus menyesuaikan dengan pembagian waktu pengajian, serta lama waktu pengajian yang digunakan sehari-hari, di mana waktu pelajaran tengah hari dan malam lebih panjang daripada waktu subuh dan petang.

Peranan Kiai, Ustaz dan Santri di Lingkungan Pesantren

Menyorot pesantren, sesungguhnya terdapat tiga peranan yang dimainkan oleh kiai, ustaz, dan santri. Kiai adalah pimpinan pesantren yang dalam hierarki sederhana menempatkan dirinya sebagai pemegang otoritas dalam segala hal di pesantren. Meski demikian, adakalanya kepemimpinan kiai di pesantren diwakilkan kepada seorang ustaz senior selaku “lurah pesantren”. Di dalam pesantren yang telah mengenal struktur organisasi yang lebih kompleks, pengelolaan pesantren digantikan oleh susunan pengurus yang lengkap dengan pembagian tugas masing-masing, meskipun kekuasaan mutlak tetap dimiliki oleh kiai dan keluarganya. Dalam hal ini kedudukan kiai bukan sebagai primus interpares (kepemimpinan yang dipilih berdasarkan musyawarah), melainkan pemilik tunggal di pesantren.

Sementara ustaz dalam kedudukannya memiliki dua fungsi pokok, yakni sebagai latihan penumbuhan kemampuannya untuk menjadi kiai di kemudian hari, dan sebagai pembantu kiai untuk mendidik para santri. Pada fungsi pertama menempatkannya dalam peranan sebagai asimilator antara tata nilai yang telah ada dan radiasi kultural yang baru, sedangkan pada fungsi yang kedua mengharuskannya mematangkan penguasaan atas literatur keagamaan yang diajarkan di pesantren.

Kedua fungsi ini adalah tugas berat yang harus diemban oleh seorang ustaz karena ia di bawah pengawasan kiai yang perfeksionis dalam kedua hal tersebut, sehingga tidak heran bila sangat sedikit asâtidz yang dinyatakan berhasil dan di kemudian hari mampu memimpin pesantrennya sendiri.

Adapun santri adalah siswa yang tinggal di pesantren guna menyerahkan diri sebagai persyaratan mutlak baginya untuk menjadi anak didik kiai sepenuhnya. Ia harus memperoleh kerelaan kiai dengan mengikuti segala kehendak kiai dan melayani segenap kepentingannya. Pelayan dimaksud adalah tugas kehormatan sebagai ukuran penyerahan diri. Kerelaan kiai itu dinamakan “barâkah” sebagai alasan berpijak bagi santri dalam menuntut ilmu.

Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Pesantren

Jika dilihat secara seksama maka sistem pendidikan dan pengajaran di pesantren sesungguhnya menerapkan sistem yang lentur (luwes). Unsur-unsur pendidikan dan pengajaran di pesantren terdiri atas kurikulum, metode pengajaran, materi pelajaran, serta masa tempuh pendidikan di pesantren.

Pertama, kurikulum. Kurikulum pendidikan di pesantren ialah pembacaan kitab-kitab. Corak kurikulum ini berupa pengulangan pelajaran yang bertingkat dan berjenjang tanpa berkesudahan, dari yang kecil hingga yang sedang.

Kedua, metode pengajaran. Kegiatan pengajaran di pesantren dilakukan dalam suatu pengajian yang berbentuk semacam kuliah terbuka. Pengajian ini dikenal dengan istilah weton atau bandongan, di mana seorang kiai memberikan pengajian di serambi mesjid atau surau dengan kurikulum yang dipilih sepenuhnya oleh para santri. Sang kiai membaca, menerjemahkan, dan menerangkan persoalan-persoalan yang disebutkan di dalam teks kitab yang dipelajari, kemudian santri membaca ulang teks itu, entah di hadapan sang kiai atau sekembalinya ke bilik asrama masing-masing dalam bentuk pengajian ulang antar sesama teman sepengajian (yang disebut: mudârasahmuthâla’ah, jam’iyyah, dan sebagainya).

Ketiga, materi pelajaran. Kiai memberikan materi pelajaran semuanya bersifat aplikatif, yakni harus diterjemahkan para santri ke dalam perbuatan dan amalan sehari-hari. Hal ini menjadi pokok perhatian kiai. Semua bidang kehidupan santri tersentuh oleh aplikasi pengajian yang diberikan kiai ini, dari cara menyucikan diri, ibadah ritual, hingga tata perniagaan yang diperbolehkan dalam agama Islam. Ini sama artinya kiai memberikan panduan lengkap kepada para santrinya untuk berproses dalam suatu tata nilai dan orientasi serangkaian perbuatan sehari-hari sebagai “cara kehidupan santri”.

Keempat, masa tempuh pendidikan di pesantren. Untuk hal ini tidak ditentukan ukurannya. Selama santri masih memerlukan bimbingan pengajian dari kiainya, maka tidak ada keharusan untuk menyelesaikan masa pendidikannya di pesantren, terkecuali berkaitan dengan keterbatasan biaya ataupun panggilan dari orang tua untuk menikah/berumah tangga. Kiai hanya bertugas mengajarkan berbagai pengajian untuk berbagai tingkatannya, pilihan bagi santri hanyalah menentukan manakah yang ingin ditempuhnya. Terkadang, diperlukan masa bertahun-tahun untuk menyerap berbagai tingkatan pengajaran yang dilakukan oleh kiai di pesantren. Akan tetapi, hal ini bukanlah ukuran keberhasilan seorang santri yang mengikuti pelajaran di pesantren. Ketundukan kepada kiai dan kemampuannya untuk memperoleh “ngelmu” dari sang kiailah yang menentukan keberhasilan santri itu, sehingga berpotensi menjadi kiai di masa depan atau menjadi orang yang berpengaruh di masyarakat. Inilah yang menjadi tolak ukur keberhasilan santri.

Tata Nilai Kehidupan Pesantren

Pesantren memiliki peranan berganda, yakni di satu sisi sebagai pilihan ideal dari kehidupan masyarakat yang dilanda krisis, dan di saat bersamaan berdiri sebagai unit budaya yang menjadi bagian dari masyarakat. Dalam menjalankan peranan ganda inilah pesantren terlibat dalam proses penciptaan tata nilai yang memiliki dua unsur utama, yaitu peniruan dan pengekangan. Peniruan adalah usaha sadar yang dilakukan secara terus-menerus untuk memindahkan pola kehidupan para sahabat Nabi SAW dan para ulama salaf di zamannya ke dalam praktik kehidupan pesantren, sedangkan pengekangan adalah perwujudan disiplin sosial yang ketat di pesantren, di mana kesetiaan tunggal kepada pesantren adalah dasar pokok disiplin ini. Contoh keduanya dalam kehidupan pesantren ialah dalam bentuk ketaatan beribadah secara maksimal, penerimaan atas kondisi material yang relatif serba kurang, dan kesadaran kelompok (espirit de corps) yang tinggi.

Berupaya mengurutkan tata nilai kehidupan yang berkembang di pesantren, maka dapat dinyatakan bahwa nilai kehidupan pesantren yang terpenting ialah nilai keikhlasan. Nilai ini berangkat dari visi kesediaan kalangan pesantren untuk menerima kadar materiil apa pun yang diberikan dalam kehidupan ini. Walaupun terkesan fatalistik, tetapi segi positifnya nilai ini memberikan peluang bagi santri untuk menciptakan penerimaan dengan mudah terhadap perubahan-perubahan status dalam kehidupannya kelak, serta fleksibilitasnya dalam menempuh karier masing-masing.

Nilai berikutnya ialah orientasi kehidupan ukhrawî. Nilai kehidupan ini berangkat dari visi untuk mencapai penerimaan di sisi Allah di hari kemudian, sehingga kehidupan di pesantren menekankan pada pengerjaan perintah-perintah agama seteliti dan selengkap mungkin sebagai landasan dasarnya.

Nilai-lainnya ialah asketisme (kezuhudan) yang dikombinasikan dengan kesediaan melakukan segenap perintah kiai guna memperoleh barâkah-nya, yang tentunya hal ini memberikan bekas mendalam pada diri seorang santri. Barâkah kiai menjadi alasan penting bagi santri untuk setia dengan kezuhudannya. Nilai asketisme yang dikombinasikan dengan sikap patuh terhadap perintah kiai inilah yang menjadi daya tarik pesantren, sehingga para orang tua masih cukup banyak yang bersedia mengirimkan putra-putri mereka untuk belajar di pesantren.

Nilai kehidupan berdasarkan preskripsi hukum fikih yang diikuti dengan adat kebiasaan kaum sufi menjadi tata nilai berikutnya yang berkembang di pesantren. Kehidupan yang bertentangan dengan hukum fikih di pesantren tidak mendapatkan tempat, bahkan dalam hal terkecil seputar najis (kotoran) menjadi sangat penting karena bersinggungan langsung dengan kesahan dalam beribadah. Penerimaan terhadap preskripsi fikih ini kemudian disempurnakan dengan pelaksanaan amalan-amalan utama (fadhâ’il al-a’mâl) sebagai bentuk ketundukan kepada mursyîd (predikat bagi seorang pembimbing dalam gerakan sufi). Perpaduan kedua unsur ini merupakan kulminasi tertinggi dalam tata nilai yang berkembang di pesantren.

Tidak kalah penting, di kalangan pesantren terdapat nilai transmisi tradisi yang berkembang. Mekanismenya ditemukan dalam sistem transmisi riwayat secara berantai (isnâd) yang semula digunakan dalam kodifikasi corpus hadis, serta dalam penulisan sejarah Islam maupun sastra Arab. Nilai transmisi tradisi ini kebanyakan dikembalikan kepada perintah wali songo maupun imprimaturnya sebagai jaminan keaslian nilai-nilai yang diwariskan secara berantai itu. Kepatuhan mengikuti nilai-nilai itu dinyatakan sebagai perbuatan yang menghargai, sedangkan keengganan dalam mengikutinya akan diancam dengan kemungkinan memperoleh balasan fisik yang tidak dikehendaki (kualat karena melakukan hal yang tabu/pamali).

Nilai lainnya ialah pewarisan ilmu. Pesantren mengembangkan sistem pewarisan ilmu sebagai suatu tradisi dalam struktur pengajaran tradisionalnya, yakni menularkan ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasi lainnya (transmisi keilmuan) dengan sistem bimbingan individual berupa sistem ijazah lisan. Dalam hal ini kiai berkenan mengajarkan sebuah teks kepada santrinya setelah penguasaan suatu pengetahuan oleh santri secara penuh. Sistem ini membuat santri secara spiritual terikat kuat dengan kiainya sebagai pembimbing seumur hidup (life-long tutor).

Interaksi Sosial di Pesantren dan Masyarakat

Interaksi sosial menjadi penopang dalam dinamika kehidupan pesantren serta hubungannya dengan masyarakat. Hubungan kiai dan santri di dalam pesantren merupakan wujud interaksi sosial dalam hubungan interpersonal, sementara itu pesantren dapat mengaktualisasikan pengaruhnya ke dalam dimensi kehidupan masyarakat luas.

Hubungan interpersonal antara kiai dan santri tergambar dalam upaya santri memperoleh kerelaan kiai dengan penekanan kepada kebutuhan memperoleh barakah-nya hingga bersedia melakukan segenap perintahnya. Di sinilah diciptakan mekanisme konsensus untuk pembentukan tata nilai di pesantren, di mana santri berfungsi sebagai medium guna menciptakan ketundukan kepada tata nilai yang berlaku di pesantren tersebut. Hal ini kemudian menjadi kebiasaan yang memberi bekas mendalam pada diri seorang santri, yang pada gilirannya akan membentuk sikap hidupnya sendiri.

Sementara itu, pengaruh utama pesantren atas masyarakat luar terletak pada hubungan perorangan yang menembus segala hambatan yang diakibatkan oleh perbedaan di masyarakat. Hubungan ini merupakan jalur timbal-balik yang memiliki dua tugas: (1) mengatur bimbingan spiritual dari pihak pesantren kepada masyarakat dalam masalah ritual ibadat ataupun soal-soal perdata agama Islam (perkawinan, waris, dan lain-lain), serta (2) masalah pemeliharaan material-finansial dari masyarakat kepada pesantren (dalam bentuk pengumpulan dana dan lain-lain).

Selanjutnya, kehidupan pesantren bagi masyarakat luar adalah gambaran ideal yang tidak mungkin dapat direalisasikan dalam kehidupan mereka, tetapi pada saat-saat tertentu pesantren menjadi tempat yang dapat memberikan kekuatan spiritual bagi mereka. Pesantren juga menjadi pusat gerakan tasawuf karena terdapat daya tarik dalam kedudukannya sebagai pusat gerakan, bahkan tidak jarang faktor karismatik seorang kiai merupakan daya tarik yang kuat pula bagi pesantren.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, tampak nyata sesungguhnya pesantren memiliki marwah berupa nilai-nilai adiluhung yang patut diungkapkan ke tengah publik. Berbagai kasus asusila yang belakangan terjadi di pesantren oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, tentu tidak boleh digeneralisasi. Masih banyak pesantren yang dengan amanah dan bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan pendidikannya dengan kekhasan, tradisi serta kurikulum masing-masing guna membentuk santri yang unggul dalam menghadapi perkembangan zaman.

Terlebih, setelah penerbitan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yang mengikat penguatan fungsi pesantren dalam aktivitas pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat. Dalam fungsi dakwahnya, pesantren dituntut untuk mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin dengan upaya mengajak kebaikan dan menghindari kemungkaran, mengajarkan pemahaman dan keteladanan dalam pengamalan nilai-nilai keislaman yang rendah hati, toleran, berkesinambungan, moderat, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, dengan tetap memperhatikan tradisi dan kebudayaan masyarakat, menjaga kerukunan hidup umat beragama, serta praktik keberagamaan yang moderat. Adapun berkaitan fungsi pemberdayaan masyarakat, orientasi pesantren ialah meningkatkan kesejahteraan pesantren dan masyarakat melalui pelaksanaan kegiatan pendidikannya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang mandiri dan memiliki keterampilan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan.

Selanjutnya, patut juga dicatat bahwa eksistensi pesantren (baik tradisional maupun modern) harus mampu menghubungkan antara budayanya dengan masyarakat, serta perkembangan zaman dan modernitasnya. Hal ini tidak lain karena dalam lingkungan kultural pesantren telah mengakar pemahaman untuk menjaga tradisi yang telah baik dan melakukan inovasi yang bermanfaat (al-Muhâfadhah ‘alâ al-Qodîm al-Ashlah wa al-Akhdz min Jadîd al-Nâfi’).

Oleh karenanya, pesantren harus mengadakan perubahan kualitatif karena terlibat dalam proses mencapai keseimbangan antara tata nilai yang dihayatinya selama ini dan nilai-nilai baru yang menyerap kedalamannya secara masif sebagai akibat dari perubahan zaman. Wallâhu a’lam bi al-shawâb(*Dosen dan Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara)

(Tulisan diintasi dari karya: Abdurrahman Wahid, “Pesantren sebagai Subkultur” dalam M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan. Cet. 5. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1995.)

HAJI MUBARAK URAI MAKNA KEWAJIBAN BERPUASA DI BULAN RAMADHAN

Dekan FAI Unikarta Haji Mubarak

FAIUNIKARTA.AC.ID Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Haji Mubarak menyampaikan Kuliah Tujuh Menit (Kultum) pada hari pertama bulan suci Ramadan 1443 Hijriah. Temanya, Marhaban Ya Ramadan.

Ia mengingatkan umat Islam bahwa Allah Swt memberikan kewajiban berpuasa di bulan Ramadan bersamaan dengan penurunan surah Al-Baqarah ayat 183, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Mubarak menyebutkan, dalam sejarah, ayat ini turun pada tahun kedua Hijriah. Ayat tersebut menegaskan kewajiban berpuasa bagi umat Islam yang telah akil baligh dan sehat jasmani serta rohani.

Jika seorang muslim mengingkari kewajiban berpuasa, berarti ia menolak perintah Allah Swt sehingga dia wajib bertaubat.

Ramadan ini bulan yang penuh dengan kemuliaan sebagaimana dalam hadis Rasulullah Saw, “Apabila Ramadan datang, maka pintu-pintu langit dibuka, sedangkan pintu-pintu jahanam ditutup dan setan-setan dibelenggu”.

Ia menerangkan, hadis ini mengabarkan kepada umat Islam bahwa pada saat bulan Ramadan, pintu-pintu langit dibuka seluas-luasnya untuk menerima untaian doa dan pengharapan hamba-hamba Allah. “Allah Swt akan mengijabah doa hamba yang meminta kepada-Nya,” terang dia.

Hadis ini menegaskan kebenaran pintu-pintu jahanam ditutup serta setan-setan dibelenggu. Namun, jika seorang muslim masih melakukan perbuatan keji dan tercela selama bulan Ramadan, hal itu disebabkan oleh hawa nafsu manusia sendiri.

“Sebab hawa nafsu itu berpotensi untuk manusia melakukan perbuatan jahat maupun kebaikan,” jelasnya.

Pada bulan Ramadan yang penuh kemuliaan ini, Allah Swt menjanjikan balasan secara langsung kepada setiap hamba-Nya.

Pada riwayat dari Sunan Ad Darimi, sebuah hadis yang datang dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman: ‘puasa itu adalah untukku dan aku yang akan memberinya pahala’. Ia memiliki dua kebahagiaan, yaitu ketika ia berbuka dan ketika ia bertemu dengan Rab-nya. Rasul berkata: demi jiwaku yang berada ditangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi”.

Jika hadis ini difahami secara seksama, maka akan ditemukan beberapa titik singgung. Pertama, puasa adalah hak Allah atas segala makhluk-Nya dan hanya Allah yang pantas memberikan pahala atas ketaatan makhluk kepada Tuhannya.

Kedua, kebahagiaan seseorang yang menjalani ibadah puasa terbayar pada dua waktu, yaitu kebahagiaan saat berbuka puasa dan ketika pahala puasa yang dibentangkan kepadanya saat dia bertemu dengan Tuhannya.

Ketiga, jaminan Rasulullah Saw kepada seseorang yang berpuasa adalah bau mulutnya lebih disukai di sisi Allah sehingga disebutkan lebih harum dari minyak harum kesturi. Hal ini berarti Allah sangat menyukai orang-orang beriman yang berpuasa.

“Semoga kita semua tergolong hamba-hamba Allah yang taat untuk menjalankan puasa di bulan Ramadan dan semua itu kita lakukan semata mengharap ridho Allah sebagai bentuk ketundukan kita ke hadapan-Nya,” tutup Mubarak. (*)

Link : Beritaalternatif.com