HIKMAH IBADAH KURBAN

FAIUNIKARTA.AC.ID

Oleh: Mukmin*

Islam memberikan predikat yang tinggi dalam ibadah kurban. Ulama-ulama terdahulu mengategorikannya sebagai salah satu ibadah yang paling agung. Karena ibadah kurban adalah representasi dari nilai kepatuhan, keikhlasan, serta pengorbanan seorang hamba kepada Allah Swt.

Seorang hamba dengan ikhlas mengeluarkan sebagian hartanya untuk membeli hewan kurban, kemudian menyembelihnya seraya bertakbir dan mengagungkan kebesaran Allah Swt.

Lalu, ia membagikan dan bersedekah dengan daging hewan kurban tersebut kepada fakir miskin, serta memberikan hadiah kepada saudara dan tetangganya untuk mempererat ikatan silaturrahmi antar-sesama.

Allah Swt menyebut salat dan menyembelih hewan kurban sebagai ibadah yang menjadi pembeda antara yang haqq dan bathil, antara iman dan kekufuran, serta antara tauhid dan kemusyrikan.

Allah Swt berfirman:

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku. Aku adalah orang yang pertama dalam kelompok orang muslim.” (QS. Al-An’am 162-163).

Beberapa ahli tafsir menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan tentang keharusan manusia untuk mengabdi hanya kepada Allah, baik dalam bentuk ibadah ritual ataupun lainnya, semenjak hidup sampai mati.

Selanjutnya timbul pertanyaan, apa sebetulnya tujuan dan hikmah dari ibadah kurban? Terdapat beberapa hikmah disyariatkannya ibadah kurban menurut penjelasan para ulama.

Yang pertama, untuk menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim AS. Karena syariat menyembelih hewan kurban pertama kali diwajibkan kepada beliau. Ketika itu, selama beberapa hari Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih putra satu-satunya, yaitu Isma’il ASNabi Ibrahim memaknainya sebagai perintah Allah Swt untuk menyembelih putranya tersebut.

Tentu sebagai ayah, ada rasa sedih yang harus ditahan untuk bisa mentaati perintah yang sangat berat itu. Tapi, dengan penuh keikhlasan, Nabi Ibrahim memantapkan hati untuk melaksanakannya.

Nabi Ibrahim kemudian bertanya kepada putranya, untuk melihat apakah ia juga mempunyai keikhlasan yang sama untuk taat kepada Allah Swt. Ternyata, Isma’il juga sangat siap.

Maka Ibrahim bersiap menyembelihnya dan merebahkannya. Saat itulah Allah Swt menggantikannya dengan sembelihan yang besar. Kisah ini Allah SWT tuturkan dalam Surat ash-Shaffat ayat 103-110.

Hikmah yang kedua, ibadah kurban menjadi sarana untuk bersedekah dan mempererat tali silaturrahmi. Rasulullah Saw mengajarkan agar daging hewan kurban dibagi-bagikan kepada fakir miskin, tetangga, dan sanak saudara. Hal ini dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, rasa kasih sayang terhadap sesame, serta memuliakan kerabat dan tetangga kita.

Hikmah yang ketiga, ibadah kurban merupakan bentuk kesyukuran kepada Allah Swt atas berbagai kenikmatan yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada kita.  Oleh karena itu, kurban disyariatkan kepada mereka yang Allah Swt lapangkan rezekinya dan mempunyai kemampuan.

Nikmat Allah Swt yang begitu banyak sudah selayaknya disyukuri, di antaranya dengan mengeluarkan sebagian harta untuk membeli hewan kurban dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin.

Sebagai seorang hamba, semoga kita semuanya bisa totalitas tunduk   dalam ketaatan, senantiasa mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.

Akhirnya, semoga Allah Swt meluaskan rezeki kita dan mudahkan kita untuk bisa berkurban pada tahun ini. Semoga Allah Swt juga menganugrahkan keikhlasan dalam ibadah kurban kita, agar diterima dan mendapatkan ridha dari Allah Swt. Amin ya rabbal ‘alamin. (*Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara)

Link : Sintesanews.id

IDUL ADHA SEBAGAI MOMENTUM BERKUMPUL DAN PENGEMBANGAN KESADARAN SOSIAL

FAIUNIKARTA.AC.ID

Oleh: Haji Mubarak*

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

La Ilaha Illallah Wallahu Akbar.

Allahu Akbar Walillahil Hamd.

Lantunan takbir, tahlil dan tahmid, mengiringi ungkapan syukur kita ke hadirat Allah SWT, atas nikmat karunia-Nya, kita dipertemukan kembali dengan fajar Iduladha 1443 H. Dalam suasana sukacita setelah melalui masa-masa genting Covid-19, kini saatnya kita dapat mengaktualisasikan kenormalan baru dalam dimensi kehidupan beragama di tengah masyarakat, memenuhi masjid-masjid maupun tanah-tanah lapang guna menunaikan ibadah sholat Iduladha secara berjamaah.

Dimensi keagamaan masyarakat Muslim Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terasa kian bergairah. Pemerintah pusat memberikan kelonggaran interaksi di ruang publik setelah masa pancaroba pandemi Covid-19 berlalu. Di tengah gairah keagamaan yang kian tinggi, kesempatan melaksanakan ibadah haji dapat diraih oleh umat Islam Indonesia, khususnya masyarakat Kabupaten Kukar yang mendapat kesempatan ibadah haji, setelah penantian panjang selama dua tahun. Wajah-wajah gembira jamaah haji terpancar dari wajah mereka, ketika kenikmatan beribadah haji mampu diraih: menziarahi dua kota suci umat Islam, yakni Makkah dan Madinah. Menziarahi Rasulullah di Masjid Nabawi, memakai kain ihram, melaksanakan thawaf di Baitullah, berlari-lari kecil (sa’i) antara Bukit Shofa dan Marwah, melaksanakan jamarat (Jumrat a-Ula, al-Wustha, dan al-‘Aqabah), melaksanakan wuquf di Arafah, mabit di Muzdalifah, ber-tahallul, dan lain-lain.

Sholat Id sebagai Momentum Berkumpul

Tanggal 10 Zulhijjah kita merayakan Iduladha dengan sholat berjamaah di masjid-masjid atau tanah-tanah lapang. Disusul kemudian dengan berkurban (al-Udhhiyyah) bagi mereka yang berkecukupan untuk meraih keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla di hari yang mulia. Dalam momentum pelonggaran berinteraksi pasca pandemi Covid-19, seyogianya peluang terbuka ini dimanfaatkan oleh umat Islam agar berbondong-bondong, berduyun-duyun, untuk melaksanakan sholat Id secara berjamaah. Karena sesungguhnya, sholat Id yang kita laksanakan ini pada hakikatnya adalah menguji kesadaran dan sejauh mana pola fikir dan tindakan yang kita lakukan benar-benar sejalan dengan perintah Allah. Disebutkan dalam Alquran: “…Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)….” (Q.S. Al-Kausar/108:2).

Melaksanakan sholat Id hukumnya adalah sunnah muakkadah. Pelaksanaan sholat Id, apakah di masjid maupun di lapangan, tidak menentukan mana yang lebih afdhal di antara keduanya. Fokus utama dalam sholat Id adalah berkumpulnya masyarakat untuk menyatakan kebahagiaan dengan mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid bersama-sama. Betapa pentingnya sholat Id, hingga Rasulullah terus-menerus mengerjakan sholat Id sepanjang hidupnya dan tidak pernah meninggalkannya. Beliau bahkan memerintah umatnya untuk keluar di hari itu menuju masjid dan tanah lapang untuk menunaikannya, menyuruh para wanita dan gadis-gadis pingitan, bahkan wanita yang haid sekalipun untuk menyaksikan kebaikan sholat Id dari kejauhan. Hadis dari Abi Sa’id Al-Khudri, ia berkata: “Rasulullah biasa keluar menuju mushalla (tanah lapang) pada hari Idulfitri dan Adha. Hal pertama yang beliau lakukan adalah sholat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia, di mana mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau memberi pelajaran, wasiat, dan perintah. Jika beliau ingin mengutus satu utusan maka diputuskannya. Atau bila beliau ingin memerintahkan sesuatu maka dirintahkannya, dan kemudian berpaling….” (HR. Bukhari 2/259-260, Muslim 3/20, dan Nasa`i 1/234).

Di masa dahulu, Nabi memang melaksanakan sholat Id di tanah lapang karena Masjid Nabawi belum mengalami perluasan seperti sekarang, sehingga sholat Id di lapangan dirasa mampu menampung jemaah lebih banyak. Di masa sekarang, sudah banyak masjid yang mampu menampung jemaah lebih banyak, termasuk digunakannya serambi dan halamannya. Imam As-Syafi’i berpendapat bahwa: “Jika masjid di suatu daerah luas (dapat menampung jemaah) maka sebaiknya sholat di masjid dan tidak perlu keluar…. karena sholat di masjid lebih utama”. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Kitab Fathul Baari (5/283), menyepakati pandangan tersebut sehingga menyimpulkan jika faktor sifat hukum yang jelas dan dapat dinalar (‘illat al-hukm) adalah agar masyarakat berkumpul (ijtima’), maka sholat Id dapat dilakukan di dalam masjid, dan melakukannya lebih utama daripada di tanah lapang”.

Kurban sebagai Momentum Mengembangan Kesadaran Sosial

Berkurban adalah kebutuhan umat Islam, selain sebagai penyempurna ibadah, juga menjadi jalan taqarrub ilallâh. Berkurban sah dilaksanakan pada hari Iduladha, yakni tanggal 10 Zulhijjah (yang disebut “Yaum al-Nahr”), dan pada tiga hari setelahnya yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah (yang disebut “al-Ayyâm al-Tasyrîq”). Diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir ibn Muth’im bahwa Rasulullah bersabda: “Seluruh hari Tasyriq (yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) diperbolehkan berkurban”.

Berkurban pada hakikatnya adalah perlambang ketulusan hati seorang hamba untuk beribadah dengan mengeluarkan harta melalui hewan kurban yang disembelih sebagai rasa syukur kepada Allah. Dengan berkurban diharapkan terbangun jati diri manusia sejati, yaitu sebagai ‘abdullâh atau “insan pengabdi” yang seluruh hidupnya diserahkan untuk menghamba kepada Allah di muka bumi. Meski demikian, kurban yang diterima pahalanya di sisi Allah, hanyalah sembelihan hewan kurban yang diniatkan atas landasan takwa kepada-Nya. Mengenai hal ini Allah berfirman: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. ….” (Q.S. Al Hajj/22:37).

Ibadah kurban seharusnya juga dimaknai sebagai pendidikan kepada orang yang mampu untuk memberikan sebagian harta kekayaannya kepada umat yang membutuhkan (miskin). Dengan harapan dapat meringankan beban penderitaan mereka yang masih dalam kemiskinan. Semangat membantu meringankan penderitaan sesama manusia adalah substansi kurban yang perlu dikedepankan. Orang yang tidak memiliki semangat untuk membantu meringankan beban penderitaan orang lain, meski setiap tahunnya melaksanakan kurban, belum dapat dikatakan telah melaksanakan ibadah kurban.

Untuk itulah, ibadah kurban sudah sepantasnya dijadikan momentum yang sangat berharga untuk menggerakkan dan mengembangkan kesadaran sosial bagi sebagian orang yang memiliki aset ekonomi memadai agar melakukan pemerataan kesejahteraan. Semoga kita diberikan kelimpahan rizki untuk dapat menyisihkan sebagian dari harta yang dimiliki itu untuk melaksanakan ibadah kurban.

Seuntai doa saya tuliskan, semoga dapat di-amin-kan oleh seluruh umat Islam: Ya Allah, muliakanlah agama Islam dan kaum muslimin, hinakanlah kemusyrikan dan para pelakunya, serta tinggikanlah agama-Mu sampai Hari Kiamat.

Ya Allah, jadikanlah para pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi agama Islam, dan kaum muslimin. Jauhkanlah para pemimpin kami dari teman dekat yang cenderung berbuat jahat dan teman yang merusak. Dekatkanlah orang-orang baik dan pemberi nasihat terbaik kepada mereka, bantulah mereka, ya Allah, agar dapat menunaikan tugas mereka, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Tuhan semesta alam.

Ya Allah, wahai Tuhan kami, berikanlah kebaikan kepada kami dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan hindarkanlah kami dari azab api neraka.

Akhir kalam, semoga derajat takwa disematkan oleh Allah bagi kita semua, dan bagi umat Islam yang berkurban di tahun ini atas ketulusan niat dan kemurnian hati guna mengharapkan keridhaan dari Allah (ridhallâh fî al-Udhhiyyah). (*Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara)

Link : Beritaalternatif.com

KAPRODI FAI UNIKARTA MUKMIN

INOVASI DI BIDANG AKADEMIK, FAI UNIKARTA LAKSANAKAN PEMBELAJARAN MODEL HYBRID LEARNING

FAIUNIKARTA.AC.ID – Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) telah membuka pendaftaran perkuliahan Hybrid Learning kelas non-reguler Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI).

Ketua Program PAI FAI Unikarta Mukmin menjelaskan bahwa perkembangan IPTEK dan teknologi digital di era industri 4.0 menuntut FAI Unikarta berinovasi dalam sistem pendidikannya.

“Sehingga memiliki daya jangkau luas yang melintasi ruang, waktu, dan sosio ekonomi, sehingga mampu membuka akses terhadap pendidikan yang berkualitas bagi siapa pun, di mana pun, dan kapan pun,” jelas Mukmin, Jumat (8/7/2022).

Perkuliahan Hybrid Learning sebagai alternatif pembelajaran yang solutif di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai, ternyata memberi dampak positif terhadap peningkatan kapasitas penyelenggaraan akademik di perguruan tinggi dan pendayagunaan teknologi.

Penyelenggaraan pembelajaran dalam jaringan (daring) dengan pendekatan e-learning memberi dampak keterbukaan belajar kepada mahasiswa dengan kemampuan belajar secara mandiri, belajar tuntas, serta kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

Di sisi lain, bagi pengelola FAI Unikarta memberi dampak kemampuannya dalam meningkatkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.

Sistem pembelajaran Hybrid Learning memberi kesempatan kepada setiap orang agar dapat memperoleh akses terhadap pendidikan berkualitas tanpa harus meninggalkan rumah.

Sementara bagi pengelola perguruan tinggi, sistem pembelajaran Hybrid Learning mampu meningkatkan kemampuan lembaga dalam mendistribusikan pendidikan berkualitas yang terstandar dengan menggunakan TIK, standardisasi capaian pembelajaran (learning outcomes), materi ajar, proses pembelajaran, bantuan belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Di era industri 4.0 dan di tengah masifnya perkembangan IPTEK dan teknologi digital, FAI Unikarta dituntut untuk berinovasi dalam sistem layanan pendidikannya.

Mempertimbangkan tipologi wilayah Kukar yang luas dengan beraneka akses darat dan perairan maka sistem Hybrid Learning menjadi alternatif pembelajaran yang solutif.

Apalagi, kata Mukmin, beberapa kecamatan hulu di luar domisili perguruan tinggi adalah wilayah yang luas dengan sebagian jalan darat berbatu dan tanah basah. Sementara itu, akses perairan dapat terhubung dengan alat transportasi sungai seperti perahu ces dan speedboat.

Melalui inovasi TIK dalam sistem Hybrid Learning, maka pengelola FAI Unikarta Tenggarong dapat memberi kesempatan masyarakat di luar domisili perguruan tinggi untuk memperoleh akses terhadap pendidikan yang berkualitas tanpa harus meninggalkan rumah dan keluarga hingga dapat bekerja.

Sementara dalam mendistribusikan pendidikan yang berkualitas maka pengelola FAI Unikarta dituntut memenuhi standardisasi capaian pembelajaran, materi ajar, proses pembelajaran, bantuan belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Kata dia, penyelenggaraan Hybrid Learning oleh FAI Unikarta ialah pembelajaran jarak jauh (distance learning) pada kelas non-reguler. Pada kelas non-reguler dilaksanakan secara bertanggungjawab, maka dirasakan tidak akan mengurangi standardisasi capaian pembelajaran, materi ajar, proses pembelajaran, bantuan belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Mukmin menjelaskan, kelas Hybrid Learning Prodi PAI didukung insfrastruktur yang memadai: koneksi internet stabil, serta media pembelajaran berbasis online (LMS Unikarta, Zoom Meeting, Google Meet, Video Conference, dan lainnya).

Kemudian, akses pemanfaatan ICT, RPS dan silabus berbasis online (blanded learning), dan bahan ajar kuliah/diktat online.

Adapun potensi calon mahasiswa FAI kelas Hybrid Learning dari kecamatan-kecamatan di wilayah Hulu meliputi Tabang, Kembang Janggut, Kenohan, Muara Wis, Muara Muntai, Kota Bangun, dan Muara Kaman.

“Langkah ini untuk memfasilitasi kegiatan tatap muka seperti tutorial, praktikum/micro teaching dan sebagainya di daerah yang jauh melalui penyelenggaraan Hybrid Learning,” pungkasnya. (*)

Link : Beritaalternatif.com